Tampilkan postingan dengan label Kriminal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminal. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Juli 2016

Parah laporan dicabut tapi kasus cubit Samhudi masih jalan

Pada hari sabtu (2/7/2016), dikabarkan pada halaman facebook PGRI Kabupaten Sidoarjo bahwa telah terjadi perdamaian yang diikuti dengan pencabutan berkas pelaporan atas terlapor M Samhudi oleh pihak pelapor Yuni Kurniawan di rumah ketua PGRI Sidoarjo. Proses mediasi dan penandatanganan surat perdamaian juga diikuti oleh berbagai tokoh masyarakat seperti Wakil Bupati Sidoarjo, Dandim, anggota DPRD Jawa Timur, tokoh KSPI dan PGRI Jawa Timur.

Proses perdamaian kasus cubit Samhudi
Proses perdamaian kasus cubit Samhudi

Isi surat kesepakatan perdamaian kasus cubit pak Guru Samhudi

Adapun isi dari surat kepakatan perdamaian tersebut adalah :

Pertama, pihak pertama dan kedua saling menyadari atas kejadian yang terjadi di dalam proses belajar mengajar dan sama sekali tidak mengharapkan kejadian tersebut. Pihak pertama menyadari dan kejadian itu bisa diambil hikmahnya.

Kedua, kedua belah pihak menyepakati perdamaian dan setuju untuk mencabut perkara yang saat ini masih berjalan di Pengadilan Negeri.

Ketiga, dengan adanya perdamaian ini maka baik pihak pelapor maupun terlapor tidak akan melakukan penuntutan dalam bentuk apapun.

Keempat, dengan kesepakatan damain, semua pihak yang bertandatangan akan turut membantu serta memfasilitasi untuk kelangsungan pendidikan anak atas nama SS.

Analisa terhadap isi surat perdamaian

Sudah hal yang umum bahwa dalam sebuah proses negosiasi terjadi kompromi terhadap kepentingan kedua belah pihak. Disini kita lihat pada intinya pihak pelapor mengkompromikan untuk mencabut laporan mereka dan dipihak lain pihak terlapor mengkompromikan untuk membantu agar anak SS dapat bersekolah lagi.

Hal ini mengkonfirmasi bahwa setelah kasus ini mencuat, pihak pelapor benar-benar kesulitan untuk melanjutkan sekolah karena setelah keluar dari SMP Raden Rahmat ternyata tidak ada sekolah yang mau menerima sang anak karena takut dipidanakan apabila sang anak dijatuhi hukuman.

Wajar memang, guru mana yang bisa menjamin bahwa sang anak tidak akan dihukum? dan guru mana yang mau masuk penjara ? seharusnya hal ini bisa menjadi bahan pelajaran bagi semua orang tua yang lain agar dapat menyikapi dengan bijak segala bentuk hukuman yang masih dalam batas kewajaran.

Proses pengadilan masih berlanjut

Mungkin beberapa dari kita sangat terkejut kok proses pengadilan masih berlanjut? bukankah sudah ada perdamaian. Hal ini sangat terkait dengan sistem hukum di negara kita. Pada dasarnya terdapat dua jenis delik hukum yaitu perdata dan pidana. Pada kasus perdata, kasus ada jika ada laporan dan dimungkinkan untuk dilakukan perdamaian ketika sudah diproses pengadilan. Akan tetapi pada proses pidana maka kasus otomatis ada ketika ada dugaan pelanggaran dan dapat diselidiki tanpa adanya pelaporan, sehingga pencabutan pelaporan tidak serta merta meniadakan kasus tersebut. 

Dalam kasus ini, pak Samhudi diduga melanggar pasal 80 ayat 1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perbuatan atas UU Nomor 23 tahun 2015 tentang Perlindungan Anak dan pasal ini adalah pasal pidana sehingga meskipun sudah ada perdamaian dan pencabutan laporan kasus ini harus terus bergulir sampai dengan hakim memberikan keputusan dan keputusan tersebut menjadi ingkrah (berkekuatan tetap).

Surat perdamaian tersebut lemah dimata hakim

Hal yang sangat saya sayangkan bahwa isi surat perdamaian tersebut tidak bisa dijadikan bukti oleh hakim untuk membebaskan pak Samhudi. Kenapa? karena tidak ada satu butirpun yang meniadakan terjadinya tindak dugaan pencubitan sehingga terjadi memar oleh pak Samhudi. Surat tersebut hanya dapat menjadi pertimbangan hakim untuk mengurangi hukuman pak Samhudi karena korban sudah mau untuk berdamai dan ikhlas akan kejadian yang sudah terjadi.

Bagaimana agar pak Samhudi bebas

Agar pak Samhudi dapat bebas maka harus memenuhi syarat bebas dari pidana yaitu tindakan dugaan penganiayaan harus terbukti tidak ada. Maka yang harus dilakukan sebenarnya adalah agar surat kesepakatan tersebut harus direvisi atau dari pihak pak Samhudi agar tidak dulu membantu pihak anak SS agar dapat diterima sekolah lain sebelum pihak anak SS merubah kesaksiannya di pengadilan dan hakim memutuskan bebas murni.

Hal ini sangat dimungkinkan karena dalam sistem hukum kita jika keterangan di BAP berbeda dengan keterangan di Pengadilan, maka hakim akan menggunakan keterangan di pengadilan sebagai dasar hukumnya. Cara-cara yang merusak hukum seperti diam-diam pak Samhudi dibebaskan atau merusak esensi dari pidana itu sendiri sangat tidak disarankan untuk dilakukan karena amat sangat merusak tatanan hukum di Indonesia.

Solusi Jangka panjang

Seperti yang kami sampaikan sebelumnya bahwa kasus pak Samhudi ini hanyalah akibat dari belum adanya sistem yang melindungi guru dari kriminalisasi. Untuk solusi jangka panjang maka pemerintah harus segera menyiapkan infrastruktur hukum melalui kerjasama dari kepolisian, kehakiman dan kemendikbud. Untuk usulan jangka panjang ini silahkan baca artikel kami sebelumnya yaitu : Setelah guru cantik, sekarang guru cubit murid SMP bikin heboh

Minggu, 03 Juli 2016

Setelah guru cantik, sekarang guru cubit murid SMP bikin heboh

Sadar atau tidak, akhir-akhir ini fenomena kriminalisasi guru semakin lama semakin kuat. Sebelumnya masih segar dalam ingatan kita kasus Guru cantik Nurmayani Salam, seorang guru biologi di SMPN 1 Bantaeng yang terpaksa mendekam dipenjara sejak Kamis (12/5/2016) akibat laporan orang tua murid yang tidak terima anaknya dicubit. Sampe saat ini kasus guru smp yg bikin heboh ini masih disidangkan. 

Belum selesai kasus guru cantik Nurmayani salam, sekarang muncul lagi kasus guru cubit murid di Sidoarjo. Kali ini kasus guru sms yg bikin heboh ini menimpa Sambudi, guru Matematika SMP Raden Rahmat Sidoarjo. Orang tua murid yang ternyata adalah anggota TNI. Baik kasus bu guru Nurmayani maupun pak guru Sambudi, sejatinya sangat mirip satu sama lain, sehingga kasus ini sebenarnya memiliki pola. Pasarinspirasi mencoba menganalisa pola dari dua kasus ini dengan harapan dapat ikut menyumbang sedikit pemikiran dari begitu banyak lautan pemikiran brilian netizen di Indonesia.
Setelah guru cantik, sekarang guru cubit murid SMP bikin heboh
Guru Sambudi menangis usai persidangan
Setelah guru cantik, sekarang guru cubit murid SMP bikin heboh
Meme dari Netizen

Orang tua menelan mentah-mentah informasi dari anak-anak

Dalam kedua kasus diatas, pada dasarnya orang tua murid merasa tidak terima bahwa anak mereka dicubit sehingga meninggalkan bekas memar. Dalam kedua kasus reaksi orang tua juga sangat cepat yaitu keesokan harinya langsung melapor ke polisi. Dari sini penulis berpendapat bahwa tindakan dari orang tua murid ini sangat tergesa-gesa. Walau bagaimanapun anak mereka masihlah anak-anak, artinya dalam menyampaikan informasi masih emosional dan belum memiliki kedewasaan berfikir, sehingga sejatinya orang tua seharusnya sadar bahwa informasi dari anak mereka sangat mungkin bersifat parsial dan tidak akurat.

Seharusnya apabila menerima laporan seperti ini orang tua sebaiknya langsung mendatangi pihak sekolah untuk mencari kejelasan, jangan sampai justru orang tua lah yang memberikan contoh tidak baik bagi anak mereka untuk bersikap tergesa-gesa, kurang teliti dalam menerima informasi bahkan menutupi informasi, tidak memiliki sifat mawas diri, tidak mengevaluasi diri sendiri dan tidak memperbaiki diri sendiri.

Apakah pantas karena mencubit guru masuk penjara dan disidang?

Baik orang tua murid, LSM maupun penegak hukum seharusnya ingat bahwa guru adalah pekerjaan mulia, sangat berjasa bagi murid dan mereka adalah orang tua bagi murid di sekolah. Murid sudah sewajarnya memuliakan guru dan orang tua murid seharusnya berterimakasih atas jasa para guru. Oleh karenanya kita sebagai bangsa dan negara menginginkan hubungan murid - guru dan orang tua adalah hubungan yg dekat dan tidak hanya didasari oleh hubungan kerja (hak dan kewajiban). 

Terlepas dari laporan yang masih simpang siur, penulis hanya akan menggunakan fakta bahwa adanya cubitan dan adanya memar. Dalam hemat penulis, cubitan dari orang tua dan guru termasuk tindakan memotong rambut adalah bentuk pengajaran guru kepada murid dan tidak dapat dikatagorikan sebagai tindakan kriminal penganiayaan. 

Pengajaran dengan hukuman fisik ini sebenarnya adalah hal yang lazim kita jumpai pada proses belajar mengajar di daerah dan sudah tidak pernah terlihat lagi didaerah perkotaan. Penulis tidak membenarkan tindakan guru yang menggunakan hukuman fisik kepada murid akan tetapi bentuk hukuman fisik yang hanya berupa cubitan tidaklah pantas sama sekali untuk diproses ke penjara apalagi ke pengadilan. 

Dalam hal ini negara perlu mengaktifkan peran organisasi keprofesionalan guru seperti PGRI, dimana untuk kasus-kasus seperti ini cukup diselesaikan di sidang kode etik dan tidak perlu menggunakan proses pengadilan perdata apalagi pidana. 

Dasar untuk mencetak guru profesional

Sebenarnya apabila guru tersebut sudah menjadi guru profesional, maka kasus seperti ini tidak akan terjadi. Seorang guru profesional tidak hanya mengajarkan materi pelajaran akan tetapi juga mengajarkan pembentukan karakter kepada murid-muridnya. Hal ini berarti proses belajar mengajar juga terus terjadi dalam interaksi guru dan murid disekolah baik berkaitan dengan mata pelajaran atau berkaitan dengan berbagai hubungan sosial murid dengan murid dan murid dengan guru. 

Kenakalan murid merupakan suatu kepastian, oleh karenanya guru haruslah menjadi guru pembelajar yang terus menerus mengembangkan metode baik untuk mengembangkan pengetahuan yg bersifat teknis maupun yang bersifat sosial. Seorang guru pembelajar akhirnya dapat memiliki skill yang cukup untuk menghadapi situasi situasi yang bisa jadi sangat annoying dan menjengkelkan dan menyelesaikan permasalahannya dengan koridor mendidik karakter murid. 

Penggunaan kekerasan dalam mengendalikan kenakalan murid sama saja mendidik karakter murid untuk menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan. Kenapa seperti itu? karena murid pada dasarnya adalah anak-anak yang secara tidak sadar akan dengan sangat cepat merekam dan meniru segala sesuatu yang terjadi dilingkuangan sekitarnya. Seharusnya kenakalan murid diselesaikan dengan pendekatan persuasif dengan menggunakan mekanisme kontrol dalam bentuk nilai akademis, beban tugas sekolah, pemanggilan orang tua, tidak naik kelas dan paling maksimal adalah diberhentikan dari sekolah.

LSM dan anggota DPR hanya memperkeruh permasalahan dan tidak membawa solusi

Penulis melihat bahwa dalam dua kasus diatas terdapat keterlibatan LSM yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan anggota DPR seperti akbar faizal ikut campur dalam kasus ini. Dalam pengamatan penulis terhadap komentar mereka yg disampaikan media, pihak-pihak tersebut cenderung untuk membela salah satu pihak dan sama sekali tidak menyentuh akar permasalahannya apalagi kepada solusinya.

Permasalahan ini bukanlah salah guru, murid ataupun orang tua, akan tetapi jauh lebih dalam terletak pada pemahaman pemerintah untuk mengarahkan pendidikan indonesia kepada pendidikan yang berorientasi skill teknis dan skill sosial dan menyiapkan payung-payung hukum dan business process yang dapat memacu guru untuk selalu mengembangkan diri (guru pembelajar) sehingga menjadi guru profesional akan tetapi memberikan perlindungan yang sewajarnya agar profesi guru ini tidak dengan mudah dapat di kriminalisasikan.

Dalam jangka pendek solusi yang paling mungkin adalah guru tersebut harus segera dibebaskan dan dalam jangka menengah harus segera dibuat mekanisme sidang kode etik. Dalam jangka panjang pemerintah harus mengeluarkan guidance bagi guru bagaimana membentuk karakter murid diluar jam belajar.

Pelajaran dari Timur Tengah

Setelah guru cantik, sekarang guru cubit murid SMP bikin heboh
Keputusan yang tepat dari hakim
Kasus kriminalisasi guru sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Jordania seorang guru yang sudah sangat senior dilaporkan orang tua murid dengan tuduhan menampar anak murid. Guru tersebut kemudian disidang dipengadilan, akan tetapi yang dilakukan oleh hakim sungguh sangat mulia dan menyentuh perasaan. Sang hakim yang ternyata ketika masih sekolah adalah murid dari sang guru kemudian mendatangi terdakwa dan memberikan hukuman dalam bentuk sungkem. 

Hal ini memberikan pelajaran kekerasan fisik memang suatu hal yang salah akan tetapi sangat tidak pantas bagi guru untuk dipenjara dan dihukum akibat kesalahan tersebut. Kesalahan yang kecil tersebut tidak menghilangkan jasa dan kemuliaan guru sehingga hukuman tetap dijatuhkan akan tetapi hukuman tersebut tetap tidak menurunkan kemuliaan guru.

Apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini sungguh suatu Ironi. Mau diapakan nasib guruku tersayang, yang jasanya sangat besar bagi kemajuan bangsa ini?....

Selasa, 28 Juni 2016

Parah Suami Istri ini sudah 13 Tahun Memalsukan Vaksin Hepatitis B

Banyak cara dilakukan orang agar cepat kaya, akan tetapi sayangnya beberapa orang mencoba menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Seperti yang terjadi di Bekasi, tepatnya di Jalan Kumala 2, Perumahan Kemang Pratama Regency, Kota Bekasi, sepasang suami istri yaitu  tega melakukan pemalsuan Vaksin Hepatitis B selama 13 tahun.

Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina
Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina

Terungkapnya Kejahatan

Awal terungkapnya kejahatan suami istri ini bermula dari laporan adanya beberapa anak-anak yang sakit hingga meninggal setelah diberikan vaksin. Dalam penelusuran polisi kepada pihak penjual vaksin yaitu toko Azka Medica di Bekasi, didapat bahwa pihak penjual tidak memiliki izin untuk mengedarkan vaksin tersebut. Dalam pengembangan kasus terungkap bahwa pembuat vaksin tersebut tidak lain adalah Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Sepasang suami istri ini bersama sepuluh orang yang sudah lebih dahulu ditangkap dijerang dengan Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Kenapa Vaksin Hepatitis B Palsu ini Berbahaya ?

Dari pengakuan tersangka vaksin palsu ini dibuat dari campuran vaksin tetanus dan cairan infus. Menurut keterangan beberapa ahli kesehatan, campuran ini sebenarnya tidak berbahaya akan tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah proses pencampurannya benar-benar mengikuti kaedah kesehatan dan benar-benar higienis? apalagi dalam prosesnya tersangka hanya menggunakan jarum suntik dan botol vaksin bekas yang dikemas ulang sehingga terkesan baru dan asli. Proses yang tidak higienis inilah yang beresiko disusupi oleh bakteri-bakteri dan virus jahat yang kemudian ketika disuntikkan kedalam tubuh anak-anak malah menyebapkan anak-anak sakit bahkan meninggal. Apalagi adanya demam setelah vaksin adalah hal yang biasa, sehingga anak-anak tersebut bisa saja terlambat mendapat pertolongan.

Selain itu perbuatan tersangka ini sudah menyebapkan rasa aman yang semu bagi orang tua terutama anak-anak yang sudah divaksin. Bisa dibayangkan apabila anak-anak tersebut pergi ke negara dan kota-kota di indonesia yang endemik Hepatitis B, dengan percaya dirinya berangkat dan pada akhirnya malah tertular Hepatitis B.

Dimana vaksin palsu ini sudah menyebar ?

Dari kejahatan yg dimulai sejak 2003 ini, dugaan awal vaksin ini sudah menyebar keseluruh Indonesia. Saat ini polisi sudah menemukan 4 rumah sakit dan 2 apotik di Jakarta yang menggunakan vaksin palsu ini akan tetapi sudah sangat sulit bagi polisi untuk mentrack keseluruhan peredaran vaksin ini apalagi mengetahui semua korban yg sudah dirugikan.

Tersangka dikenal religius dan kaya raya

Agama sejatinya mengajarkan manusia untuk tidak berbuat kejahatan, sehingga apabila ajaran agama dijalankan dengan konsisten maka sudah tentu penganut agama yang baik tersebut tidak akan berbuat kejahatan. Ironis memang, pasangan tersangka ini sebenarnya dikenal religius. Bahkan ketika ditangkap mereka berdua baru pulang Sholat tarawih. Akan tetapi perbuatan tersangka ini benar-benar tidak mencerminkan pengamalan ajaran agama, bahkan mereka berdua dinilai sangat berdosa oleh agama.

rumah mewah Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina
Rumah mewah Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina

Dengan akal busuknya, tersangka membuat vaksin palsu dengan biaya produksi Rp. 150 ribu dan dijual Rp. 250 ribu, jauh dari harga sebenarnya yaitu Rp 800 - 900 ribu. Dari kejahatan ini tersangka kemudian merasakan hidup yang sangat mewah. Seperti terlihat di facebook istri tersangka yang selalu berfoto bersama barang-barang mewah, kemudian pengakuan satpam komplek, eko suprianto, dimana rumah tersangka saat ini sedang dijual dengan harga mencapai 6 milyar.